Naskah dan Foto OlehChristantiowatiAda udang di balik batu. Ternyata ini bukan pepatah! Saya memergokinya siap cari makan di malam pergantian 2002 – 2003 di bawah laut Batu Besar, Nusa Dua, Bali. Hening, gelap, dan penuh ”misteri” saat cahaya senter jatuh pada kepiting yang terbirit-birit, rasanya lebih meriah daripada bunyi terompet dan pendar-pendar lampu kota.Menyelam malam? Hii… Seperti awam yang membayangkan bawah laut itu gelap dan menakutkan bahkan di siang hari, tak semua penyelam yang sudah berpuluh kali menyelam sekalipun, berminat menyelam malam. Padahal, bawah laut di siang hari sama benderangnya dengan daratan. Waktu malam di bawah laut pasti gelap, tapi juga punya dunia gemerlap (dugem).Jadi, kapan seorang penyelam siap menyelam malam? Tak ada patokan, tak ada paksaan. Tergantung nyali dan tingkat kenyamanannya. Walau rata-rata penyelam memulainya di penyelaman ke-7, pasca-menerima sertifikat dasar (Open Water), dan menjadi salah satu syarat untuk meraih sertifikat lanjutan. Saya sendiri baru menyelam malam pada dive log ke-28 saat safari selam di Bali. Saya, Beben dan Yvonne menyelipkan rencana berkelana di antara rongsokan kapal Liberty peninggalan PD II di lepas pantai Tulamben di detik-detik pergantian tahun. Ternyata, saat itu Tulamben amat keruh karena tumpahan banjir sungai. Jadi, kami mengalihkan rencana ke Nusa Dua, itu pun selepas senja saja. Seperti pergi ronda, menyelam malam pun perlu senter khusus bawah laut dengan baterei baru. Kalau perlu, bawa senter cadangan dan beacon (lampu penanda). Jalan malam di darat saja kita mesti lebih hati-hati, jadi, kalau siang bisa menyelam sampai 30 m, ”Batasi menyelam malam tak lebih dari 18 m,” saran Daniel Abimanju Carnadie, instruktur dari Bubbles Divers, Jakarta. Menyelam lebih dari 18 m sudah tergolong deep diving yang perlu kehati-hatian lebih, bahkan di siang hari.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar